Sabtu, 12 November 2011

#Story 5

It's Not The End...It's Just The Beginning

Ketika melihat Rafael dan Gladys yang berpelukan, Putri merasa sangat terkejut, namun lebih dari itu, ia merasakan rasa yang sakit dalam hatinya. Ia merasa seakan-akan hatinya tertusuk kenyataan yang selama ini ia takutkan. Walaupun tak pernah memberitahukannya kepada orang lain, Putri selama ini meyimpan sebuah perasaan takut. Ia menyimpan perasaan itu rapat-rapat hanya untuk dirinya sendiri. Ia takut apabila ia mengatakan hal tersebut maka hal itu akan menjadi sebuah kenyataan. Namun hal yang ditakutkan Putri yaitu bahwa Rafael akan melupakan dirinya untuk gadis lain, kini seolah menjadi kenyataan yang sangat menyakitkan baginya ketika ia melihat Rafael dan Gladys berpelukan.

Putri tidak dapat lagi memendung airmata yang kini sudah jatuh membasahi pipinya. Tanpa berpikir panjang dan mendengar penjelasan dari Rafael ia segera berlari meninggalkan lapangan Parkir itu. Sementara itu, Rafael hanya bisa terdiam terpaku di tempatnya berdiri. Rasa bingung dan cemburu bercampur menjadi satu di dalam hatinya. Ia bingung mengapa Putri yang ia pikir telah melupakan dirinya bisa sedih hingga menangis ketika ia berpelukan dengan Gladys?? Namun, di satu sisi ia juga masih belum bisa memaafkan putri yang ia pikir telah melupakan dirinya untuk Morgan.

Namun, kebingungan itu tidak berlangsung lama ketika ia melihat Putri yang akhirnya meninggalkan lapangan parkir itu sambil menangis ia tahu bahwa sebelum ia mengambil keputusan untuk kembali ke New York, ia harus berbicara dengan Putri. Jauh di lubuk hatinya, Rafael masih mengharapkan bahwa Putri akan mengklarifikasi semua yang ia lihat di dalam. Ia masih berharap bahwa putri akan mengklarifikasi bahwa dirinya dan Morgan hanya sekedar teman. Namun, Rafael juga telah menyiapakan dirinya untuk kemungkinan terburuk sekalipun. Ia juga telah menyiapakn dirinya apabila benar posisinya di hati putri telah digantikan oleh Morgan. Hanya satu keinginan Rafael saat itu yaitu berbicara dengan Putri.

Ketika ia melihat Putri yang mulai menjauh dan Morgan yang telah menyusulnya, Rafael pun memutuskan untuk mengejar meraka. Namun, Pada saat itu Gladys yang merasakan ada kesempatan untuk kembali bersama Rafael mencoba untuk menghalanginya.

“Raf, Kamu mau kemana??” kata Gladys sambil memegang lengan Rafael untuk menahannya

“Aku...”

Belum sempat Rafael menyelesaikan kalimatnya Gladys memotong kalimat Rafael

“Kamu mau mengejar Putri?? Kamu mau minta penjelasan sama dia?? Percuma Raf, palingan saat ini putri juga gak mau ketemu sama kamu, apalagi ngomong sama kamu. Mendingan kita tunggu dulu sampai suasana reda. Baru kita jelasin semuanya ke Putri” kata Gladys untuk mencoba menahan Rafael saat itu.

Rafael yang sedang dilanda kebingungan saat itu hanya bisa terdiam. Di satu sisi ia merasa bahwa omongan Gladys ada benarnya, bahwa saat ini mungkin putri hanya sedang ingin berdua saja dengan Morgan. Namun di sisi lain, saat itu ia benar-benar ingin berbicara dengan Putri dan menjelaskan semuanya.

“Iya Raf, benar apa kata Gladys. Mendingan lu tunggu besok baru cari waktu dan cara buat ngobrol sama putri” Kata Bisma.

Perkataan Bisma pun mendapat persetujuan dari yang lain. Meraka semua merasa bahwa suasana malam itu sangat tidak memungkinkan untuk Rafael dan Putri bicara berdua. Mendengar semua perkataan ini, Rafael pun akhirnya memendam rasa rindu dan bingungnya. Menanti esok hari ketika waktunya tepat untuk bicara dengan Putri untuk mendapat semua kejelasan. Dalam hatinya ia berjanji bahwa ia tidak akan kembali ke New York sebelum ia bicara dengan Putri dan semuanya jelas.
***

Sementara itu, melihat putri yang kemabli menangi dan meninggalkan parkiran, Morgan tanpa pikir panjang langsung mengejar putri. Cukup jauh putri berlari, sampai akhirnya Morgan harus berusaha dengan susaha payah mengejar dan menghentikannya.

“Put,,Put,,Tunggu dulu Put!!” Morgan mencoba untuk menghentikan Putri

Namun, putri yang masih lartu dengan kesedihannya tidak menghiraukan perkataan Morgan, ia terus berlari hingga ke sebuah taman. Putri merasa ia sudah tidak punya lagi kekuatan untuk berlari, ia merasa sangat lelah. Lelah untuk lari dari kenyataan bahwa kini Rafael sudah berpaling untuk Gladys. Saat itu Putri merasakan rasa yang lebih sakit ketika ia mengingat bahwa selama ini ia pikir bahwa Gladys sudah berubah. Kini Gladys adalah salah seorang teman baiknya yang tidak pernah akan lagi merebut Rafael. Namun kini, Putri sangat sedih mengetahui bahwa apa yang ia pikirkan selama in ternyata salah. Kini ia mengetahui bahwa ternyata Gladys masih menyimpan perasaan kepada Rafael. Tapi satu hal yang tidak dapat ia mengerti. Mengapa Rafael dengan Mudahnya dapat melupakan dirinya dan berpaling kepada Gladys.

Putri duduk terisak di tanah. Seolah tidak punya tenaga untuk bangkit kembali ia hanya terdiam disana dan menangis. Melihat keadaan Putri di hadapannya. Morgan hanya bisa terdiam. Ia menghampiri putri perlahan.

“Put??” Panggil Morgan pelan

Mendengar panggilan Morgan, Putri memalingkan wajahnya. Morgan dengan sigap langsung membantu putri berdiri. Putri yang sudah lemas hanya bisa mngikuti Morgan. Dan dengan bantuan morgan mereka pun lalu duduk di bangku di taman itu. Putri tak banyak bicara malam itu. Ia hanya terdiam dan menangis sesenggukan.

Melihat Putri yang kelihatan hancur malam itu, Morgan lalu berinisiatif untuk menyampirkan jasnya kepada putri agar ia tidak kedinginan. Morgan tahu bahwa saat ini putri mungkin sedang tidak ingin diganggu, oleh karenanya Morgan memutuskan untuk tidak banyak bertanya. Mereka duduk dalam diam malam itu. Putri masih menangis dan Morgan dengan menyandarkan kepala putri ke bahunya.
***
Malam semakin Larut. Morgan pun mencoba untuk memecah keheningan. Keadaan putri kini sudah terlihat agak membaik. Ia tak lagi menangis, hanya saja ia tetap tidak mau berbicara mengenai apa yang dilihatnya tadi.

“Put, kamu tahu kan aku akan selalu ada buat kamu. Kalau kamu butuh teman untuk ngobrol, aku akan selalu ada buat kamu put” kata Morgan akhirnya memecah keheningan.

Mendengar perkataan Morgan ini, Putri merasa sedikit baikan akan keadaannya selama ini. Ia tahu bahwa Morgan adalah seseorang yang dapat ia andalkan, seseorang yang selalu membantunya di kala ia melewati  masa-masa sulit. Dan mengingat itu semua, menyelip dihati putri sebuah perasaan bersalah. Perasaan bersalah yang muncul ketika ia sadar bahwa ia tidak bisa memenuhi permintaan Morgan Tadi untuk menjadi kekasihnya. Karena ia tahu bahwa jauh di dalam lubuk hatinya ia masih mencintai Rafael. Namun, kini Putri sadar ia harus menutup semua perasaan itu untuk Rafael karena pada kenyataannya putri berpikir bahwa kini Rafael telah melupaka dirinya.

Putri akhirnya hanya tersenyum ke arah Morgan untuk menanggapi ucapannya. Senyum yang ia paksakan untuk menghiasi wajahnya yang sudah sanagt lesu malam itu. Karena jauh di dalam hatinya putri masih merasakan rasa sakit akan apa yang ia lihat tadi, lalu ia kembali terdiam dan memandang kosong kedepan. Morgan tahu bahwa senyuman Putri bukanlah sebuah senyuman yang tulus. Ia tahu bahwa saat ini Putri memerlukan sebuah tempat dimana ia bisa sepuasnya meluapkan perasaannya.

“Kamu gak perlu pura-pura tersenyum di depan aku Put, kamu gak perlu jadi orang lain didepan aku. kalau kamu memang mau nangis, kamu bisa nangis di depan aku put. Karena aku tahu kamu put dan aku gak mau kamu jadi orang lain di depan aku” kata Morgan akhirnya.

“aku gak kenapa-kenapa kok Gan. Mungkin tadi aku terlalu emosional aj. Lucu juga yah, selama ini aku susah-susah mikirin Rafael. Bingung bagaimana cara kontak sama dia. Khawatir keadaan dia gimana. Eh, pas ketemu dia malah kelihatan baik-baik aja. Sangat baik malah. Dan siapa yang nyangka ternyata dia sama Gladys uda jadian.” Kata Putri dengan tawa yang lirih

Morgan bisa merasakah rasa pedih yang ada di dalam kata-kata putri.

“Put, kamu gak...”

“udah Gan, aku gak apa-apa bener. Uda malem. Kamu anterin aku pulang yah??”

Morgan yang merasa putri sedang tidak ingin diganggu akhirnya memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan perkataannya. Ia akhirnya memutuskan untuk mengantar Putri pulang ke rumah. Ia bangkit berdiri dan meyodorkan tangannya kepda Putri. Sesaat Putri tidak tahu apakah harus menyambut tangan itu atau tidak.

“Ayo put” Kata Morgan perlahan

Putri yang akhirnya memandang wajah Morgan, melihat ke dalam matanya. Mata Morgan yang selalu memancarkan ketulusan untuk Putri bahkan ketika ia sudah menolak perasaan untuk dia. Putri pun lalu memutuskan untuk menyambut tangan itu, tangan Morgan yang hangat yang ia tahu bahwa tangan yang selalu ada setiap kali ia butuhkan.
***
Perjalanan ke rumah putri terasa sangat hening. Tak banyak percakapan yang mereka lakukan di dalam Mobil. Morgan hanya menyetir memandang ke depan dan Putri hanya memandang kosong keluar jendela. Dalam perjalan mereka berdua tidak berkata apapun. Radio yang diputar tidak ditanggapi dan dianggap seperti angin lalu. Dalam keheningan itu, tiba-tiba penggalan lagu “Akhiri Saja” dari SMASH diputar. Putri lalu terusik dari keheningannya. Mendengar kalimat “Tapi mengapa kini engkau bersamanya. Hancur hatiku rasanya. Tak kuasa melihatnya. Bila memanglah dia pilihan terakhirmu. Jangan membuatku sendu. Memainkan rasa ini berharap banyak padamu” . Sama sperti Morgan pun langsung berespon pada kalimat tersebut dan berinisiatif untuk langsung mengecilkan Volume Radio.

“ Kamu gak apa-apa put??”

“Lucu yah. Liriknya bisa pas sama keadaan aku sekarang” kata putri dengan tawa yang dipaksa

“Put, kamu..”

“Aku tahu, aku gak perlu jadi orang lain, dan kalau aku mau nangis aku bisa nangis yah kan??”

“iya. Dan aku akan selalu siap buat jadi tempat pengaduan kamu” kata Morgan

“Makasih yah Gan” kata putri akhirnya

“Makasih buat apa put??”

“Makasih kamu selalu saat aku sedih, saat aku lagi butuh seseorang, Makasih karena kamu uda sabar banget ngadepin aku yang cengeng, yang selalu nyusahin kamu”

“Put, kamu gak perlu Makasih buat itu semua. Aku tulus ngelakuin itu semua put. Lagian aku kan uda janji uda bikin kamu selalu tersenyum” Kata Morgan sambil memegang tangan Putri.

Putri pun hanya bisa tersenyum mendengar semua perkataan Morgan itu.
***
 Sesampainya di depan rumah Putri, mereka pun saling berpamitan. Namun, sebelum Putri masuk ke dalam rumah, Morgan memanggilnya.

“Put?!?!”

Putri pun membalikkan badan mendengar teriakan Morgan tadi

“Yah??”

Morgan pun mendekati Putri ke depan pintu rumah lalu memegang tangannya dan melihat ke mata Putri

“Kamu harus selalu tersenyum dan semangat yang Put, aku gak mau lihat kamu nangis lagi. Kamu harus janji kalau kamu akan bangkit jadi putri yang dulu lagi. Putri yang ceria, periang, tangguh dan mandiri.”

“Aku..” putri terdiam sejenak

“kamu janji yah put??”

“Iya aku janji” kali ini Putri memberikan senyum nya yang tulus untuk Morgan

“gitu donk senyum. Amu lebih cantik kalau senyum. Inget Put. It’s not the end. It’s just the beginning”

“Iya...” kata putri akhirnya.

“ya uda kamu masuk gih, besok pagi aku jemput yah” kata Morgan sambil mengacak rambut Putri

“makasih yah Gan” kata putri sambil tersenyun dan membereskan rambutnya

Morgan hanya menganggukan kepala. Melihat Putri Masuk ke dalam Rumah sambil tersenyum walaupun ia tahu bahwa hati putri masih terluka. Tapi meliaht senum putri yang tulus sudah membuatnya bahagia. Ketika Putri masuk ke dalam rumah. Morgan pun memutuskan untuk pulang
***
Keesokan harinya, keadaan Putri sudah mulai membaik. Morgan menjemputnya dan mengantarnya ke Sekolah. Ketika mereka tiba di sekolah, tak disangka ternyata Rafael, Gladys dan personil SMASH lainnya sudah berada disana terlebih dahulu. Mereka sedang berbincang-bincang dengan Zee dan Guntur mengenai reuni yang akan diadakan hari Sabtu besok. Ketika Putri dan Morgan memasuki Lobby sekolah, Guntur langsung memanggil Putri.

“Putri... Kak Morgan!!!” teriak Guntur sambil tersenyum melambaikan tangan

Mendengar teriakan Guntur, kontan Rafael, Gladys dan semua yang sedang ada disana menoleh ke arah Morgan dan Putri. Morgan pun langsung melihat ke arah putri. Ia takut ketika Putri kembali melihat Rafael dan Gladys ia akan terpuruk lagi. Sementara itu, Putri yang masih shock dengan kejadian semalam hanya berdiri terdiam. Ketika ia kini ia mendapati Gladys sedang merangkul tangan Rafael.

“Put kamu gak kenapa-kenapa??” tanya Morgan berbisik dan khawatir

“Aku gak apa-apa kok Gan” kata Putri dengan senyum yang dipaksakan

“kamu yakin mau kesana dan menyapa mereka??”

Putri menganggukan kepala. “gak enak juga uda di sapa sama Guntur dan mereka juga uda ngeliat kita” kata putri akhirnya

“kamu yakin??” Morgan memastikan

“Iya. Seperti kata kamu.. It’s not the end..”

“Its Just the Beginning” kata mereka berbarengan.

Mereka pun lalu menghampiri Rafael dan yang lainnya. Suasana hening menyelimuti keadaan saat itu. Putri dan Rafael saling berpandangan. Seakan mereka sedang berkomunikasi melalui pandangan mata itu. Morgan yang melihat Putri seakan ia membutuhkan bantuan untuk menghadapi Rafael kemudian memegang tangan putri. Putri yang terkejut dengan sentuhan Morgan lalu melihat kearahnya. Morgan seakan menyakinkan Putri. Untuk menyatukan tangannya dengan tangan dia. Putri pun menangkap isyarat itu dan menggandeng tangan Morgan. Rafael yang melihat hal itu merasa sangat cemburu. ia memandang Putri dan Morgan dengan tatapan marah. Begitu pula Putri menatap Rafel dan Gladys dengan perasaan cemburu dan marah. 

 ###

Bagaimana hubungan Putri dan Rafael selanjutnya?? apakah mereka akan berakhir di kesalahpahaman antara mereka?? Apakah Gladys akan kembali menjadi Gladys yang dulu yang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan Rafael?? lalu bagaiman dengan nasib Morgan dan Rangga?? akankah cinta mereka tetap bertepuk sebelah tangan?? atau ada harapan untuk Morgan dan Putri?? Tunggu Stories#6 yahh..mudah-mudahan bisa secepatnya.. jangan lupa comment ke @ccc_quote yah :D

-F-

1 komentar:

  1. emmmmmmmmm
    i like bgd ma smash n flm na..
    moga sukses yh wat ka" smash trtama wat ka morgan n ka rafael...
    miezz you all

    BalasHapus